Pages

Rabu, 20 Januari 2010

Sains dan Teknologi untuk Pembangunan yang Berkelanjutan

Sains dan Teknologi untuk Pembangunan yang Berkelanjutan
M. Barmawi (AIPI)

Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 5 November 2003 bertopik Science and Technology for Sustainable Development (Sains dan Teknologi untuk Pembangunan yang Berkelanjutan). Ambasador Iftekhar Chowdhury dalam pembukaan panel itu menyatakan bahwa sains dan ilmu pengetahuan merupakan landasan bagi perkembangan umat manusia.

Ia juga mengatakan bahwa cara memperoleh kemahiran dan penyerapannya, serta pemanfaatan dari Sains dan Teknologi untuk menangani masalah-masalah kaum miskin merupakan hal yang paling ditelantarkan. Pentingnya sains dan teknologi, tidak hanya dalam mengurangi kesengsaraan umat manusia dan memicu pertumbuhan, akan tetapi juga dapat membantu memberikan penilaian tentang batas-batas kesinambungan tersebut yang diakibatkan oleh pemanfaatan sains dan teknologi. Tujuan mengadakan panel itu adalah memberikan suatu wawasan mengenai bidang-bidang khusus, yang inovasi-inovasinya dapat mempunyai dampak yang penting bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Pembicara-pembicara dari panel tersebut adalah Prof William Clark, ahli lingkungan hidup dari John Kennedy School of Government, Universitas Harvard; Dr Nejat Vezirloglu, orang Turki, direktur the Clean Energy Research Institute universitas Miami; Dr Jeffrey M Jaffe, presiden dari Bell Labs dari Lucent technologies; dan Dr Lixin Zhang, presiden dan pendiri dari World High Technology Society (WHTS), membahas tentang inovasi dalam bidang pengobatan.

Di sini penulis akan mencoba memberikan sedikit ulasan mengenai prasaran Dr Jaffe.

Dr Jaffe adalah fellow dari IEEE, ia seorang ahli dalam bidang komputer. Bell Labs yang dipimpinnya adalah pelopor dalam transformasi industri. Transistor untuk pertama kali diketemukan di laboratorium ini 50 tahun yang lalu, yang selanjutnya telah mengubah wajah dunia dalam abad ke-20 ini. Dalam prasarananya, ia telah menguraikan potensi dari inovasi dalam sains dan teknologi untuk mentransformasikan masyarakat.

Ia menjelaskan pentingnya komunikasi sebagai sarana bagi pembangunan yang berkelanjutan dan bagi negara-negara berkembang diperlukan sistem-sistem yang mudah digunakan dan mudah dioperasikan, serta dipelihara dan yang murah. Ia menyebutkan sebagai contoh di India, di mana komunikasi di antara perkampungan-perkampungan di sekitar kota-kota besar dilaksanakan dengan radio jarak pendek, sedangkan antara kota-kota besar dihubungkan dengan sistem lingkaran (rings) serat optik.

>small 2small 0< antara perkampungan-perkampungan terpencil dilaksanakan melalui satelit. Sistem komunikasi yang dibutuhkan oleh negara berkembang berbeda dengan sistem komunikasi yang diperlukan nagara maju. Untuk negara berkembang yang penting adalah kecepatan penyebaran dan jangkauan. Oleh karena itu, sifat investasi teknologinya berbeda dengan investasi di negara maju.

Dalam usaha negara berkembang untuk membangun sistem telekomunikasi yang cocok baginya akan diperlukan orang-orang yang terkemuka (leading edge) dalam bidang-bidang seperti (contoh-contoh yang disebut oleh Jaffe) electrical engineering, matematika, sains komputer, fisika, teori informasi, dan sebagainya, yang tidak akan dijumpai dalam jurusan "wireless Communication" (Komunikasi tanpa kawat atau yang dikenal sebagai "arus lemah").

Oleh karena itu, pendidikan dalam sains dan teknologi perlu bersifat interdisiplin. Peningkatan kapasitas informasi selanjutnya dapat dilakukan antara lain dengan pemancar dan penerima dengan banyak antena. Kapasitas dari suatu pita frekuensi berbanding lurus dengan banyaknya antena, akan tetapi pendekatan ini memerlukan pemrosesan sinyal yang khusus untuk dapat memperoleh kembali sinyal-sinyal yang dipancarkannya.

Pengembangan komunikasi itu sendiri tidak akan membawa negara berkembang mencapai standar hidup negara maju, sedangkan usaha menyusul teknologi yang ada, makin lama makin sulit oleh karena teknologi makin lama makin cepat berubah. "In order for developing country to leapfrog ahead, they have got to 'catch the next wave' and be ready to surf when the next revolutionary technology-like transistor or laser or internet-roles in." (Agar negara berkembang dapat melakukan lompatan katak ke depan, ia harus menangkap gelombang yang berikut dan siap untuk berselancar, ketika gelombang teknologi revolusioner yang baru-serupa transistor, atau laser atau internet-datang menggulung.)

Selanjutnya, Jaffe membahas beberapa teknologi yang potensial akan menjadi gelombang teknologi berikut. Contoh pertama yang diambilnya adalah pembuatan transistor dari plastik. Hal ini disebabkan untuk membuat transistor dari plastik tidak membutuhkan ruang bersih (clean room) dan metode fabrikasinya lebih sederhana daripada dalam teknologi silikon.

Rangkaian IC akan dibuat dengan mempergunakan printer inkjet. Contoh kedua adalah pabrik kimia ukuran kecil. Pabrik kimia yang konvensional mempunyai ukuran yang besar sehingga susah untuk menyimpan bahan-bahan yang beracun, yang dapat merusak lingkungan. Teknologi pabrik mikro ini dimungkinkan oleh teknologi MEMS (Micro ElectroMechnical System), yang dapat membuat pompa-pompa, penggerak (aktuator) dan saluran dalam ukuran mikron. Jaffe menyimpulkan bahwa bidang-bidang seperti telekomunikasi, elektronika plastik, dan nano teknologi merupakan contoh-contoh dari landasan teknologi yang akan datang. Dapat ditambahkan, di sini bahwa teknologi nano ini akan membawa perubahan- perubahan dalam berbagai bidang, termasuk dalam elektronika dan kedokteran.

"Beberapa negara berkembang tentu saja akan berkecil hati: benarkah kiranya mungkin untuk melakukan loncatan katak ke arah kepemimpinan keilmuan (scientific leadership). Contoh- contoh negara yang telah berhasil dalam usaha serupa ini adalah India, beberapa negara Amerika Selatan, dan Cina.

Dengan menangkap gelombang teknologi yang berikut, mereka meningkatkan pendapatan per kapitanya dan mentransformasikan negaranya dari negara agraria. "Untuk dapat berjaya melaksanakan ini semua, perlu partisipasi aktif dari kaum ilmuwan, pemerintah, dan kaum industri swasta," demikianlah yang diungkapkan Jaffe dalam prasarannya.

Usaha mengejar teknologi memerlukan investasi yang besar, karena laju kemajuan teknologi mengikuti grafik yang eksponensial (learning curve) dan hak intelektual yang harus dibayar menjadi semakin mahal. "Menghadang" teknologi lebih layak untuk dilaksanakan, oleh karena start kita dengan negara maju sama.

Akan tetapi, memilih langkah ini memerlukan kemampuan melaksanakan litbang dan kemampuan berinovasi yang bersaing. Untuk pengembangan kemampuan ini, sistem pendidikan kita harus diperkuat, disertai dengan investasi minimal (start up funds) untuk pengadaan alat-alat ukur dan pengetesan yang canggih agar mampu bersaing. Investasi serupa ini yang mahal hendaknya dipusatkan di beberapa tempat, akan tetapi terbuka bagi semua peneliti.

Dana ini tidak akan sebesar yang diperlukan untuk mengejar teknologi. Menangkap teknologi yang baru merupakan permulaan dari pembangunan yang berkelanjutan. Untuk usaha ini diperlukan komitmen dan kerja sama yang baik antara ilmuwan/teknolog, pemerintah, usahawan/ekonom, dan industriawan. Kita perlu merenungkan kembali strategi untuk mengentaskan bangsa kita dari kemiskinan dalam jangka panjang, dengan memanfaatkan peluang, yang diungkapkan oleh Jaffe.

Sumber : Kompas (19 Oktober 2004)

fisik@net - http://www.fisikanet.lipi.go.id

0 komentar:

Posting Komentar